Masih inget gak
kasus yang sempat ramai dimana seorang gadis bekerja menolak memberikan tempat
duduk kepada seorang ibu hamil di kereta? Tanggapan netizen saat itu sungguh
membludak; menceramahi, ngomel, ngajak berantem sampai akhirnya ada yang
berkepala dingin menasehati. Setelah menggunakan public transport Transjakarta,
ojek dan Gojek selama lebih dari setahun, rasanya saya bisa mengerti perasaan
sang gadis dan juga sang ibu hamil.
Saya mulai
menggunakan Transjakarta tanggal 14 Februari 2014. Saya ingat betul karena itu
adalah hari pertama saya bekerja kembali setelah cuti 3 bulan melahirkan anak
kedua saya, Adysa Khalifa. Saya memilih naik public transport dengan
pertimbangan waktu tempuh yang lebih singkat. Saat hamil Adysa, saya bisa
menghabiskan 2-3 jam di perjalanan pulang dan 1-2 jam perjalnaan berangkat
kantor, and I thought it was just enough. I need more time with the kids, time
when they’re still awake. So I consciously make the decision to take the public
transport.
Menggunakan
public transport di Jakarta yang semrawut ini memang penuh tantangan, terkadang
bus nya penuh banget sampe susah masuk, di lain waktu memaksa masuk tapi gak
bisa pegangan karena penuh banget, atau bocor saat hujan; pokoknya melelahkan.
Apalagi naik bus hanyalah satu proses dari rantai proses perjalanan menuju atau
pulang kerja. Mata rantai proses perjalanan seringkali disambung dengan bus
lain, ojek, angkutan kecil atau jalan kaki. Life on the street is tough!
Jakarta itu keras, Bung!
Karena itu,
mendapatkan tempat duduk di transportasi publik merupakan surga dunia, kadang
dibela-belain sampai naik bus dari halte paling ujung dengan satu tujuan:
mendapatkan tempat duduk. Duduk di bus selama 20 – 30 menit dari total 60 menit
(atau lebih) perjalanan memang terasa istimewa dan membuat ngantuk (atau
pura-pura ngantuk!). Sayapun merasakan ini, setiap dapat duduk rasanya dapat
rejeki nomplok. Ingin rasanya pura-pura tidur aja dan cuek dengan keadaan
sekitar, pura-pura gak liat. Tapiii sebagai warga negara yang baik dan
menjunjung tinggi pelajaran PMP dan PPKN di sekolah, tiap halte tetep lihat
kanan kiri untuk cek apakah ada yang lebih membutuhkan duduk daripada saya. Rasanya
susah, sungguh susah. Sudah saya ceritakan sebelumnya kan bahwa Jakarta itu
Keras? Kalau mood lagi jelek, abis dimarahin boss, kerjaan belum beres bikin
kepikiran atau lagi capek aja, rasanya pengen garuk-garuk kursi dan menangis
dalam hati (lebaaay…) Ya Allah, saya pengen duduk jugaaaaaaaaaaaa!! Sambel
berdiri dan mempersilahkan duduk orang lain. Apesnya adalah pernah suatu kali memberikan tempat duduk untuk orang yang (katanya) sakit, selama perjalanan ia terlihat sakit. Tapiii saat waktunya turun, ia melangkah dengan gagahnya keluar bus menuju halte. Sungguh membuat terpana saya & petugas bus Transjakarta.
Sungguh kerasnya
kehidupan transportasi public bukan menjadi alasan untuk menutup mata dan hati
untuk orang lain yang sekiranya lebih membutuhkan. Meskipun sulit dan
kaki pegel, meskipun pengen merem aja pura-pura tidur, I promise myself to
always try to stand up whenever I see someone else needs my seat. Because I just
can’t let my heart turns cold.
No comments